Mesin pembuat munisi Pindad, pembeliannya harus melalui proses G to G untuk memastikan bahwa pembelian mesin bukan untuk ofensif (photo : Detik)
Pindad Butuh Mesin Pembuat Peluru
MALANG - PT Pindad sebagai pemasok utama munisi masih kekurangan mesin pembuat peluru untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan mesin yang ada, Pindad hanya bisa memproduksi 120 juta butir peluru per tahun. Sebanyak 50 juta butir di antaranya untuk diekspor. Padahal, kebutuhan munisi di dalam negeri sebanyak 120 juta per tahun.
"Kita hanya dapat memenuhi sebanyak 70 juta butir peluru untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, masih kurang 50 juta butir peluru," kata Direktur Sistem Senjata PT Pindad, Irianto, di lokasi pembuatan peluru PT Pindad Divisi Munisi di Malang, Kamis (3/11).
Kendala lain, mesin yang ada sekarang sudah terlalu tua untuk memproduksi peluru secara maksimal. Mesin yang sebenarnya bisa memproduksi 7.200 peluru per jam, terpaksa diturunkan performanya menjadi 6.000 peluru per jam. Penurunan performa ini, menurut Irianto, agar kualitasnya bisa tetap terjaga. Mesin ini sudah berumur 20 tahun, sedangkan kemampuan maksimal mesin hanya 15 tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tambah dia, khususnya TNI dan Polri, PT Pindad meminta Kementerian Pertahanan menambah dua lini mesin lagi, yakni satu lini mesin untuk membuat peluru kaliber 5,56 milimeter dan satu lini mesin untuk membuat peluru kalibar 9 milimeter. Satu lini mesin bisa memproduksi sebanyak 30 juta butir peluru per tahun. Penambahan dua lini mesin ini diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Adapun harga untuk satu lini mesin adalah 150 miliar rupiah. Kalaupun disetujui, PT Pindad berharap pemerintah membeli mesin buatan Jerman karena kualitasnya dinilai paling bagus. "Kami bisa usahakan dalam lima tahun modal bisa kembali," kata Irianto.
Kondisi serupa juga dialami mesin munisi kaliber besar. Pindad belum bisa memproduksi besar karena keterbatasan mesin. "Investasi mesin munisi kaliber besar sangat mahal. Kemampuan anggaran pemerintah pun masih sangat terbatas," katanya. Namun, untuk soal desain, PT Pindad mengaku bisa mengikuti perkembangan munisi-munisi yang dibuat negara maju.
Rapat Evaluasi
Menanggapi keinginan PT Pindad ini, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan), Brigjen Hartind Asrin mengatakan Kemhan akan menindaklanjuti permintaan tersebut melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). "Setiap tiga bulan KKIP selalu melakukan rapat evaluasi. Salah satu tujuannya untuk mengetahui kekurangan setiap industri pertahanan," katanya.
Rapat tersebut, kata Hartind, akan selalu dihadiri produsen, pengguna, dan pemerintah. Di dalam unsur pemerintah juga selalu dihadirkan perwakilan dari Kementerian Keuangan agar bisa langsung menginformasikan kondisi keuangan negara untuk bidang pertahanan. "Kalau ternyata masih ada anggarannya, permintaan akan bisa langsung disetujui," ujarnya.
Di samping itu, Kemhan juga terus mendorong agar RUU Revitalisasi Industri Pertahanan bisa segera selesai agar sinergisitas antar-industri pertahanan bisa ditingkatkan. "Semoga pada 2012 ini bisa goal (disahkan)," kata Hartind.
Sementara itu, bahan baku peluru yang dibuat Pindad sebagian besar dari luar negeri, yakni dari Belgia, Korea Selatan, India, dan Taiwan. Korea Selatan dan Taiwan memasok propelan, sedangkan Taiwan memasok brasscup atau selongsong dan ujung peluru. Sisanya sebanyak 20 persen merupakan bahan baku dalam negeri, yakni timah dan kemasan."Kami terpaksa mengimpor mayoritas bahan baku dari luar karena industri hilir dalam negeri belum mampu memenuhi kualitas yang diinginkan," kata Irianto.Sementara itu, Kepala Divisi Munisi PT Pindad Untung Purnomo menambahkan setiap tahun PT Pindad mengimpor 500 ton brasscup yang bahan dasarnya adalah kuningan. Bahan dasar tersebut banyak ditemukan di Indonesia.
Pindad sebenarnya bisa membuat brasscup jika pemerintah mau berinvestasi untuk membangun pabriknya. "Negara maju umumnya punya pabrik propelan dan brasscup tersendiri, sedangkan Indonesia belum punya," katanya.
Untuk persoalan itu, Hartind menjelaskan, pemerintah sudah menyasar pembangunan industri komponen pendukung pabrik senjata nasional dengan bekerja sama dengan pihak swasta nasional. "Hal itu mungkin akan dibereskan dalam KKIP. Ke depan, pabriknya tersebut kalau bisa dibangun dan dioperasikan pihak swasta saja," jelas Hartind. nsf/P-3
Singapura dan Thailand Beli 9 Juta Munisi dari PT Pindad
03 November 2011
[MALANG] Singapura dan Thailand setiap tahun membeli munisi (peluru dan bom) di PT Pindad (Persero) yang berada di Turen, Malang, Jawa Timur. Masing-masing dua negara itu membeli sembilan juta butir peluru setiap tahun.
Demikian dikatakan Direktur Sistem Senjata PT Pindad di Turen, Irianto, kepada wartawan, di Turen, Malang, Kamis (3/11).
Menurut Irianto, dua negara tersebut di atas sebenarnya meminta munisi dalam jumlah besar setiap tahun namun karena PT Pindad mengutamakan kebutuhan dalam negeri sehingga permintaan dua negera itu dibatasi. "Kita utamakan kebutuhan TNI, Polri dan lembaga lain seperti Kementerian Kehakiman," kata dia.
Irianto mengatakan, kebutuhan munisi TNI seharusnya 120 juta butir peluru setiap tahun namun PT Pindad hanya memenuhi 70 juta butir peluru saja setiap tahun. Sedangkan Polri, kata dia, membutuhkan sekitar 40 juta butir peluru setiap tahun.
Mesin Sudah Tua
Menurut Irianto, beberapa permasalahan di PT Pindad antara lain mesin-mesin sudah tua, jadi perlu regenerasi mesin. Dengan mesin-mesin yang sudah tua ini, PT Pindad memproduksi peluru sebanyak 400.000 butir peluru per hari selain berbagai jenis bom. "Ukuran peluru antara lain 5,9 mm sampai 20 mm," kata dia.
Permasalahan selanjutnya, kata dia, bahan baku untuk munisi, sebesar 80 persen diimpor dari berbagai negara seperti Belgia, India, Thaiwan. "Kita belum bisa menghasilkan bahan baku yang berkualitas," kata dia.
Permasalahan lain, kata dia, jumlah sumber daya manusia yang kurang. "Namun sejak tahun lalu, kita sudah rekrut karyawan baru lagi," kata dia.
Irianto berharap, pemerintah dan semua rakyat Indonesia mendukung keberadaan dan keberlanjutan industri pertahanan. "Industri pertahanan merupakan pertahanan itu sendiri," kata dia.
Salah satu bentuk dukungan yang dibutuhkan, kata dia, adalah semua kebutuhan dalam negeri harus beli di PT Pindad. Selain itu, segera mengganti mesin-mesin PT Pindad yang sudah tua. "Mesin-mesin di sini ada yang dibuat tahun 1957, jadi perlu diganti," kata dia, seraya menambahkan satu buah mesin seharga Rp 150 miliar.
Ia menambahkan, semua mesin di PT Pindad diimpor dari Jerman. "Mesin-mesin dari Jerman, kuat dan tahan lama," kata dia. [E-8]